Seorang pembaca blog ini pernah bertanya, Benarkah Pterodactyl pernah terlihat di Indonesia ? Jawabannya Ya ! Penampakan Pterodactyl yang satu ini terdokumentasi dengan baik di dunia Cryptozoology Internasional.
Kembali ke penggalan paragraf diatas, pilot tersebut melihat makhluk itu selama sekitar 5-6 detik sedangkan kopilot sekitar 2-3 detik. Waktu yang sedikit tapi cukup untuk mengidentifikasi makhluk tersebut. Mereka mengaku menyaksikan makhluk itu mengepakkan sayapnya dengan malas.
Beberapa orang beranggapan mereka berdua menyaksikan seekor burung pelikan, namun kedua awak pesawat itu yang merupakan mantan pilot angkatan laut mengatakan bahwa makhluk tersebut terlalu besar untuk ukuran seekor pelikan, lagipula warnanya jauh lebih gelap dibanding pelikan. Dan satu fakta lagi yang menunjukkan bahwa makhluk tersebut bukan pelikan adalah perjumpaannya yang terjadi di ketinggian 6.500 kaki.
Karena tidak menemukan penjelasan, mereka lalu mencari via google dengan mengetik kata "Pterodactyl". Dan lewat situ, mereka menemukan makhluk yang mirip dengan deskripsi Pterodactyl, yaitu Ropen. Lalu mereka berdua memutuskan untuk mengirim email ke Jonathan Whitcomb, seorang peneliti Ropen ternama di dunia, untuk menceritakan perjumpaan mereka dengan makhluk tersebut. Inilah asal mulanya penampakan ini menjadi terkenal ke seluruh dunia.
Ropen, adalah sejenis makhluk terbang raksasa yang mirip dengan Pterodactyl. Ekornya memiliki panjang lebih dari 25% rentang sayapnya dan dipercaya hidup di Papua Nugini. Para saksi menceritakan bahwa ketika Ropen terbang, mereka bisa melihat ia mengeluarkan cahaya.
Namun sesungguhnya para ahli Cryptozoology juga tidak dapat memastikan perbedaannya yang signifikan dengan Pterodactyl. Nama Ropen adalah nama yang diberikan oleh penduduk pulau Umboi di Papua Nugini, tempat dimana makhluk terbang seperti Pterodactyl sering terlihat. Selain Ropen, makhluk sejenis ini dikenal dengan nama-nama seperti Ahool, Duwas, Indava, Seklo Bali dan Kundua. Nama-nama yang berbeda ini diberikan oleh para penduduk lokal sesuai dengan bahasa masing-masing.
Jadi sebenarnya ada kemungkinan bahwa Ropen, Pterodactyl dan nama-nama lain yang saya sebut adalah makhluk yang sama. Mungkin para ilmuwan lebih suka menggunakan nama Ropen dikarenakan mereka percaya bahwa Pterodactyl telah punah puluhan juta tahun yang lalu.
Sayang, informasi mengenai perjumpaan ini tidak terlalu detail. Apakah pilot dan kopilot pesawat berkebangsaan Indonesia ? atau berkebangsaan asing ? Pesawat kecil itu disebut terbang dari Australia menuju Bali sehingga ada kemungkinan pilot tersebut berkebangsaan Australia. Untuk alasan-alasan tertentu, mereka menolak jati diri mereka diungkap ke publik. Saya juga tidak dapat menemukan informasi lebih lanjut mengenai peristiwa ini.
Apakah mereka berbohong ? Tapi jika ya, untuk apa ?
Beberapa orang beranggapan mereka berdua menyaksikan seekor burung pelikan, namun kedua awak pesawat itu yang merupakan mantan pilot angkatan laut mengatakan bahwa makhluk tersebut terlalu besar untuk ukuran seekor pelikan, lagipula warnanya jauh lebih gelap dibanding pelikan. Dan satu fakta lagi yang menunjukkan bahwa makhluk tersebut bukan pelikan adalah perjumpaannya yang terjadi di ketinggian 6.500 kaki.
Karena tidak menemukan penjelasan, mereka lalu mencari via google dengan mengetik kata "Pterodactyl". Dan lewat situ, mereka menemukan makhluk yang mirip dengan deskripsi Pterodactyl, yaitu Ropen. Lalu mereka berdua memutuskan untuk mengirim email ke Jonathan Whitcomb, seorang peneliti Ropen ternama di dunia, untuk menceritakan perjumpaan mereka dengan makhluk tersebut. Inilah asal mulanya penampakan ini menjadi terkenal ke seluruh dunia.
Ropen, adalah sejenis makhluk terbang raksasa yang mirip dengan Pterodactyl. Ekornya memiliki panjang lebih dari 25% rentang sayapnya dan dipercaya hidup di Papua Nugini. Para saksi menceritakan bahwa ketika Ropen terbang, mereka bisa melihat ia mengeluarkan cahaya.
Namun sesungguhnya para ahli Cryptozoology juga tidak dapat memastikan perbedaannya yang signifikan dengan Pterodactyl. Nama Ropen adalah nama yang diberikan oleh penduduk pulau Umboi di Papua Nugini, tempat dimana makhluk terbang seperti Pterodactyl sering terlihat. Selain Ropen, makhluk sejenis ini dikenal dengan nama-nama seperti Ahool, Duwas, Indava, Seklo Bali dan Kundua. Nama-nama yang berbeda ini diberikan oleh para penduduk lokal sesuai dengan bahasa masing-masing.
Jadi sebenarnya ada kemungkinan bahwa Ropen, Pterodactyl dan nama-nama lain yang saya sebut adalah makhluk yang sama. Mungkin para ilmuwan lebih suka menggunakan nama Ropen dikarenakan mereka percaya bahwa Pterodactyl telah punah puluhan juta tahun yang lalu.
Sayang, informasi mengenai perjumpaan ini tidak terlalu detail. Apakah pilot dan kopilot pesawat berkebangsaan Indonesia ? atau berkebangsaan asing ? Pesawat kecil itu disebut terbang dari Australia menuju Bali sehingga ada kemungkinan pilot tersebut berkebangsaan Australia. Untuk alasan-alasan tertentu, mereka menolak jati diri mereka diungkap ke publik. Saya juga tidak dapat menemukan informasi lebih lanjut mengenai peristiwa ini.
Apakah mereka berbohong ? Tapi jika ya, untuk apa ?
Sumber : Enigma
No comments:
Post a Comment