Banyak yang berpendapat bahwa Teori Evolusi Darwin adalah sebuah                fakta yang telah terbukti. Berlawanan dengan kepercayaan ini, perkembangan                terbaru di bidang ilmu pengetahuan telah dengan telak menggugurkan                teori ini. Satu-satunya alasan mengapa Darwinisme masih saja diajarkan                dan disebarluaskan kepada masyarakat melalui kampanye propaganda                di seluruh dunia adalah karena aspek ideologis dari teori tersebut.
Asal-Usul Burung                dan Mamalia               
Menurut teori evolusi, kehidupan berawal dan berevolusi                di laut, kemudian amfibi memindahkannya ke darat. Skenario evolusi                ini juga menyatakan bahwa amfibi kemudian berevolusi menjadi reptil,                makhluk yang hanya hidup di darat. Sekali lagi skenario ini tidak                masuk akal, karena terdapat perbedaan-perbedaan struktural yang                jauh antara dua kelompok besar hewan ini. 
| gambar rekaan archaeopteryx | 
Misalnya, telur amfibi                didesain untuk berkembang di dalam air sedangkan telur amniotik                reptil didesain untuk berkembang di darat. Evolusi "bertahap" amfibi                adalah mustahil, sebab tanpa telur yang didesain dengan baik dan                sempurna, tidak mungkin sebuah spesies dapat bertahan hidup. Selain                itu, seperti biasa, tidak ada bukti bentuk transisi yang mestinya                menghubungkan amfibi dengan reptil. Robert L. Carrol, seorang ahli                paleontologi evolusionis dengan spesialisasi di bidang paleontologi                vertebrata, mengakui bahwa 
Akan tetapi, skenario evolusionis tanpa harapan ini belum                juga berakhir. Masih ada masalah, bagaimana membuat mahkluk-makhluk                ini bisa terbang! Karena mempercayai burung sebagai hasil evolusi,                evolusionis berkeras bahwa burung-burung tersebut berasal dari reptil.                Akan tetapi, tidak ada satu pun mekanisme khas burung dengan struktur                yang sepenuhnya berbeda dengan binatang darat dapat dijelaskan dengan                evolusi bertahap. Misalnya sayap, sebagai satu ciri khas burung,                merupakan jalan buntu bagi para evolusionis. Seorang evolusionis                dari Turki, Engin Korur, mengakui kemustahilan evolusi sayap:
Ciri yang sama antara mata dan sayap adalah bahwa keduanya hanya berfungsi jika telah berkembang sempurna. Dengan kata lain, mata setengah jadi tidak dapat melihat; seekor burung dengan sayap setengah jadi tidak dapat terbang. Tentang bagaimana organ-organ ini muncul, masih merupakan salah satu misteri alam yang perlu dicari penjelasannya.
Pertanyaan bagaimana struktur sayap yang sempurna muncul                dari serangkaian mutasi acak, masih belum terjawab sama sekali.                Adalah penjelasan yang tidak mungkin bahwa lengan depan reptil dapat                berubah menjadi sayap yang berfungsi sempurna sebagai hasil distorsi                pada gen-gennya (mutasi).
| Burung Modern | 
Lagi pula, sekadar memiliki sayap tidak memadai bagi                organisme darat untuk terbang. Organisme darat tidak memiliki mekanisme-mekanisme                struktural lain yang digunakan burung untuk terbang. Misalnya, tulang-tulang                burung jauh lebih ringan daripada tulang-tulang organisme darat. 
               Cara kerja paru-paru mereka sangat berbeda. Mereka memiliki sistem                otot dan rangka yang berbeda dan sistem jantung-peredaran darah                yang sangat khas. Ciri-ciri ini adalah prasyarat untuk bisa terbang,                yang sama pentingnya dengan sayap. 
Semua mekanisme ini harus ada                seluruhnya pada saat bersamaan; semuanya tidak mungkin terbentuk                sedikit demi sedikit dengan cara "terakumulasi". Karena itulah teori                yang menyatakan bahwa organisme darat berevolusi menjadi organisme                terbang benar-benar menyesatkan.
Semua ini menimbulkan pertanyaan baru: kalaupun kisah                mustahil ini kita anggap benar, mengapa evolusionis tidak mampu                menemukan fosil-fosil "bersayap setengah" atau "bersayap tunggal"                untuk mendukung kisah mereka?
Satu Lagi Bentuk Transisi Hipotetis:                Archæopteryx
Sebagai jawaban, evolusionis mengajukan satu makhluk                yaitu fosil bu-rung yang disebut Archæopteryx. Burung ini dikenal                luas sebagai salah satu 'bentuk transisi' dari hanya beberapa yang                masih mereka pertahankan. Archæopteryx, nenek moyang burung modern                menurut kaum evolusionis, hidup 150 juta tahun lalu. 
Teori tersebut                menyatakan bahwa sejenis dinosaurus berukuran kecil yang disebut                Velociraptor atau Dromeosaurus berevolusi dengan mendapatkan sayap                dan kemudian mulai terbang. Archæopteryx diasumsikan sebagai makhluk                transisi dari dinosaurus, nenek moyangnya, dan kemudian terbang                untuk pertama kalinya.
Paru-Paru Khusus untuk Burung  |                  
![]()  |                  
| Anatomi burung sangat berbeda dengan reptil, yang dianggap sebagai nenek moyangnya. Cara paru-paru burung berfungsi sekali berbeda dengan paru-paru binatang darat. Binatang darat menghirup dan mengembuskan napas melalui saluran udara yang sama. Pada burung, udara memasuki paru-paru melalui bagian depan, dan keluar dari paru-paru melalui bagian belakang. "Desain" khas ini secara khusus dibuat untuk burung, yang membutuhkan oksigen dalam jumlah besar pada saat terbang. Struktur seperti ini mustahil hasil evolusi dari paru-paru reptil. | 
Akan tetapi, penelitian terakhir pada fosil Archæopteryx menunjukkan                bahwa makhluk ini sama sekali bukan bentuk transisi, melainkan spesies                burung dengan beberapa karakteristik yang berbeda dari burung masa                kini.
Hingga beberapa waktu yang lalu, pernyataan bahwa Archæopteryx                merupakan makhluk "separo burung" yang tidak dapat terbang dengan                sempurna, masih sangat populer di kalangan evolusionis. 
Ketiadaan                sternum (tulang dada) pada makhluk ini, atau paling tidak perbedaannya                dengan sternum milik unggas yang dapat terbang, dianggap sebagai                bukti paling penting bahwa burung ini tidak dapat terbang secara                sempurna. (Tulang dada terdapat di bawah toraks, sebagai tempat                bertambatnya otot-otot yang digunakan untuk terbang. Pada masa kini,                tulang dada terdapat pada semua unggas yang dapat atau tidak dapat                terbang, dan bah-kan pada kelelawar - mamalia terbang dari famili                yang sangat berbeda). 
Namun, fosil Archæopteryx ketujuh yang ditemukan pada                tahun 1992 menimbulkan kegemparan luar biasa di kalangan evolusionis.                Pada fosil Archæopteryx tersebut, tulang dada yang sejak lama dianggap                hilang oleh evolusionis ternyata benar-benar ada. Fosil temuan terakhir                itu digambarkan oleh majalah Nature sebagai berikut:
Penemuan ini menggugurkan pernyataan bahwa Archæopteryx                adalah makhluk setengah burung yang tidak dapat terbang dengan baik. 
Di sisi lain, struktur bulu burung tersebut menjadi salah                satu bukti terpenting yang menegaskan bahwa Archæopteryx benar-benar                burung yang dapat terbang. Struktur bulu Archæopteryx yang asimetris                tidak berbeda dari burung modern, menunjukkan bahwa binatang ini                dapat terbang dengan sempurna. Seorang ahli paleontologi terkenal,                Carl O. Dunbar menyatakan, "Karena bulunya, Archæopteryx dipastikan                termasuk kelas burung."
Fakta lain yang terungkap dari struktur bulu Archæopteryx                adalah bahwa hewan ini berdarah panas. Sebagaimana telah diketahui,                reptil dan dinosaurus adalah binatang berdarah dingin yang dipengaruhi                oleh suhu lingkungan, dan tidak dapat mengendalikan sendiri suhu                tubuh mereka. Fungsi terpenting bulu burung adalah untuk mempertahankan                suhu tubuh. Fakta bahwa Archæopteryx memiliki bulu menunjukkan bahwa                makhluk ini benar-benar seekor burung berdarah panas yang perlu                mempertahankan suhu tubuh, sementara dinosaurus tidak.
Spekulasi Evolusionis: Gigi dan Cakar                Archæopteryx 
Selama beberapa dekade evolusionis menyatakan Archæopteryx                sebagai bukti terbesar skenario evolusi burung, namun beberapa fosil                yang baru ditemukan menggugurkan skenario tersebut. 
![]() Burung yang dinamakan Confuciusornis ini berusia sama dengan Archæopteryx  |                  
Lianhai Hou dan Zhonghe Zhou, dua ahli paleontologi dari                Institut Paleontologi Vertebrata Cina, pada tahun 1995 menemukan                fosil burung baru yang mereka namai Confuciusornis. 
Usia                fosil burung ini hampir sama dengan Archæopteryx (sekitar 140 juta                tahun), tetapi tidak bergigi. Selain itu, paruh dan bulunya memiliki                ciri yang sama dengan burung masa kini. Selain memiliki struktur                rangka yang sama dengan burung modern, sayap burung ini juga memiliki                cakar seperti Archæopteryx. 
Pada spesies burung ini dijumpai struktur                khusus yang disebut "pygostyle" yang menopang bulu-bulu ekor. Singkatnya,                burung ini tampak sangat menyerupai burung modern, walau hidup semasa                dengan Archæopteryx yang dianggap sebagai nenek moyang tertua dari                semua burung dan disebut semi-reptil. Kenyataan ini menggugurkan                semua anggapan evolusionis yang menyatakan bahwa Archæopteryx adalah                nenek moyang primitif dari semua burung.
![]()  Jika detail bulu burung diteliti, akan terlihat bahwa                          bulu tersusun atas ribuan tendril kecil yang saling menempel                          dengan kaitan. Desain unik ini menghasilkan kinerja aerodinamis                          luar biasa.  |                  
Satu fosil lagi yang ditemukan di Cina pada bulan November                1996, telah menimbulkan kebingungan yang lebih besar. Keberadaan                burung berusia 130 juta tahun bernama Liaoningornis ini diumumkan                dalam majalah Science oleh Hou, Martin dan Alan Feduccia. 
Liaoningornis                memiliki tulang dada tempat menempel otot-otot untuk terbang, seperti                burung modern. Dalam hal lain, burung ini juga tidak berbeda dengan                burung modern. Yang berbeda hanya giginya. Keadaan ini menunjukkan                bahwa burung bergigi tidak memiliki struktur primitif sama sekali                seperti anggapan evolusionis. Hal ini dinyatakan dalam sebuah artikel Discover                "Dari mana burung berasal? Bukan dari dinosaurus, menurut fosil                ini ".
Fosil lain yang membantah pernyataan evolusionis tentang                Archæopteryx adalah Eoalulavis. Struktur sayap Eoalulavis, yang                diperkirakan berusia 30 juta tahun lebih muda dari Archæopteryx,                juga ditemukan pada burung modern yang terbang dengan lambat. Ini                membuktikan bahwa 120 juta tahun lalu, terdapat burung-burung yang                dalam banyak aspek tidak berbeda dengan burung modern.
Kenyataan ini sekali lagi memastikan bahwa Archæopteryx                atau burung-burung purba lain yang mirip dengannya bukan bentuk-bentuk                transisi. Fosil-fosil tersebut tidak menunjukkan bahwa pesies-spesies                burung berevolusi dari satu ke yang lain. Bahkan sebaliknya, catatan                fosil membuktikan bahwa burung modern dan sejumlah burung-burung                purba seperti Archæopteryx ternyata pernah hidup bersama pada satu                zaman. Akan tetapi, beberapa spesies burung ini seperti Archæopteryx                dan Confuciusornis telah punah dan hanya sebagian dari spesies-spesies                yang pernah ada mampu bertahan hingga sekarang.
Ringkasnya, beberapa ciri khas Archæopteryx tidak menunjukkan                bahwa makhluk ini adalah bentuk transisi! Stephan Jay Gould dan                Niles Eldredge, dua ahli paleontologi Harvard dan evolusionis terkenal,                mengakui bahwa Archæopteryx adalah makhluk hidup yang memiliki "paduan"                dari beragam ciri, akan tetapi tidak dapat dianggap sebagai bentuk                transisi!
Mata Rantai Imajiner Antara Burung                dan Dinosaurus
Pernyataan yang ingin dikemukakan para evolusionis dengan                menampilkan Archæopteryx sebagai bentuk transisi, adalah bahwa burung                merupakan hasil evolusi dari dinosaurus. Namun, salah seorang ahli                ornitologi terkemuka di dunia, Alan Feduccia dari Universitas North                Carolina, menentang teori bahwa burung memiliki kekerabatan dengan                dinosaurus, sekalipun ia sendiri seorang evolusionis. Berkenaan                dengan hal ini Feduccia mengatakan:
 FOKUS : Bagaimana dengan Lalat?Untuk menguatkan pernyataan bahwa dinosaurus                          berubah menjadi burung, evolusionis mengatakan bahwa sejumlah                          dinosaurus yang mengepakkan kaki depan untuk berburu lalat                          telah "menda-patkan sayap dan terbang" (seperti yang terlihat                          dalam gambar).  Karena teori ini tidak memiliki landasan                          ilmiah dan tidak lebih dari sekadar khayalan, timbullah                          sebuah kontradiksi logis yang nyata: contoh yang disebutkan                          evolusionis saat menjelaskan asal mula kemampuan terbang,                          yaitu lalat, telah memiliki kemampuan terbang yang sempurna.                          Sementara manusia tidak mampu mengedipkan mata 10 kali                          per detik, seekor lalat biasa mengepakkan sayapnya 500                          kali per detik.  Di samping itu, lalat meng-gerakkan kedua                          sayapnya secara serempak. Sedikit saja ada ketidaksesuaian                          pada getaran sayap, lalat akan kehilangan keseimbangan;                          tetapi ini tidak pernah terjadi. Evolusionis seharusnya lebih dulu menjelaskan                          bagaimana lalat mendapatkan kemampuan terbang yang sempurna.                          Tetapi mereka justru mengarang skenario tentang bagaimana                          makhluk yang jauh lebih canggung seperti reptil bisa terbang. Bahkan penciptaan sempurna pada lalat rumah                          menggugurkan pernyataan evolusi. Seorang ahli biologi                          Inggris, Robin Wootton, menulis dalam artikel berjudul                          "The Mechanical Design of Fly Wings (Desain Mekanis pada                          Sayap Lalat)": 
 Sebaliknya, tidak ada satu fosil pun yang dapat                          membuktikan evolusi imajiner lalat. Inilah yang dimaksud                          seorang ahli zoologi terkemuka Prancis, Pierre Grassé                          ketika mengatakan "Kita tidak memiliki petunjuk apa pun                          tentang asal usul serangga." 1 Robin J. Wootton,                          "The Mechanical Design of Insect Wings", Scientific American,                          Bd. 263, November 1990, S.120 2 Pierre-P Grassé, Evolution of Living Organisms, New York, Academic Press, 1977, S. 30  |                  
Saya telah mempelajari tengkorak-tengkorak burung selama 25 tahun dan saya tidak melihat kemiripan apa pun. Saya benar-benar tidak melihatnya.... Pernyataan bahwa Teropoda merupakan nenek moyang burung, menurut pendapat saya, akan sangat mempermalukan paleontologi abad ke-20.
Larry Martin, spesialis burung purba dari Universitas                Kansas, membantah teori bahwa burung berasal dari garis keturunan                yang sama dengan dinosaurus. Ketika membahas kontradiksi yang dihadapi                evolusi, Martin menyatakan:
Ringkasnya, skenario "evolusi burung" yang didasarkan                hanya pada Archæopteryx, tidak lebih dari praduga dan angan-angan                evolusionis.
Asal Usul Mamalia
Sebagaimana telah digambarkan, teori evolusi menyatakan                bahwa beberapa makhluk rekaan yang muncul dari laut berubah menjadi                reptil dan bahwa burung berasal dari reptil yang berevolusi. Menurut                skenario yang sama, reptil bukan hanya nenek moyang burung, melainkan                juga nenek moyang mamalia. Namun struktur reptil dan mamalia sangat                berbeda. Reptil bersisik pada tubuhnya, berdarah dingin dan berkembang                biak dengan bertelur; sedangkan mamalia memiliki rambut pada tubuhnya,                berdarah panas dan bereproduksi dengan melahirkan anak. 
Sebuah contoh perbedaan struktural antara reptil dan                mamalia adalah struktur rahang mereka. Rahang mamalia hanya                terdiri dari satu tulang rahang dan gigi-gigi ditempatkan pada tulang                ini. Rahang reptil memiliki tiga tulang kecil pada kedua sisinya.                Satu lagi perbedaan mendasar, mamalia memiliki tiga tulang pada                telinga bagian tengah (tulang martil, tulang sanggurdi dan tulang                landasan); sedangkan reptil hanya memiliki satu tulang. 
Evolusionis                menyatakan bahwa rahang dan telinga bagian tengah reptil berevolusi                sedikit demi sedikit menjadi rahang dan telinga mamalia. Akan tetapi,                mereka tak mampu menjelaskan bagaimana perubahan ini terjadi. Khususnya,                pertanyaan utama yang tetap tidak terjawab adalah bagaimana telinga                dengan satu tulang berevolusi menjadi telinga dengan tiga tulang,                dan bagaimana pendengaran tetap berfungsi selama perubahan ini berlangsung. 
Pantaslah tidak pernah ditemukan satu fosil pun yang menghubungkan                reptil dengan mamalia. Inilah sebabnya seorang ahli paleontologi                evolusionis, Roger Lewin, terpaksa berkata, "Peralihan menjadi                mamalia pertama, yang mungkin terjadi dalam satu saja atau maksimal                dalam dua garis keturunan, masih menjadi teka-teki". 
![]()  Evolusionis                          menyatakan bahwa semua spesies mamalia berevolusi dari                          satu nenek moyang yang sama. Akan tetapi, terdapat perbedaan                          besar antara beragam spesies mamalia seperti beruang,                          paus, tikus dan kelelawar. Masing-masing makhluk hidup                          ini memiliki sistem yang didesain khusus. Misalnya, kelelawar                          diciptakan dengan sistem sonar yang sangat sensitif sebagai                          penuntun dalam kegelapan. Sistem kompleks ini, yang hanya                          bisa ditiru teknologi modern, tidak mungkin muncul sebagai                          hasil kebetulan. Catatan fosil juga menunjukkan, kelelawar                          muncul secara tiba-tiba dalam bentuk yang telah sempurna                          seperti sekarang ini dan mereka tidak mengalami "proses                          evolusi" apa pun.Fosil kelelawar berusia 50                          juta tahun: tidak berbeda dengan kerabat modernnya (Science,                          Vol. 154)  |                  
George Gaylord Simpson, salah seorang tokoh utama evolusi                dan pendiri teori neo-Darwinisme, berkomentar mengenai fakta yang                sangat membingungkan evolusionis ini:
Peristiwa paling membingungkan dalam sejarah kehidupan di bumi adalah perubahan dari Mesozoic atau Zaman Reptil ke Zaman Mamalia. Seakan-akan tirai diturunkan secara mendadak untuk menutup panggung di mana seluruh peran utama dimainkan reptil, terutama dinosaurus, dalam jumlah besar dan keragaman yang menakjubkan. Tirai ini segera dinaikkan kembali untuk memperlihatkan panggung yang sama tetapi dengan susunan pemain yang sepenuhnya baru, yang sama sekali tidak melibatkan dinosaurus, dan reptil lain hanya menjadi figuran, dan semua peran utama dimainkan mamalia dari berbagai jenis yang hampir tidak pernah disinggung dalam babak-babak sebelumnya.
Selain itu, ketika mamalia tiba-tiba muncul, mereka sudah                sangat berbeda satu sama lain. Hewan-hewan yang berbeda seperti                kelelawar, kuda, tikus dan paus semuanya adalah mamalia dan mereka                semua muncul pada periode geologi yang sama. Mustahil menarik garis                hubungan evolusi di antara mereka, bahkan dalam batasan imajinasi                yang paling luas sekalipun. Ahli zoologi evolusionis, R. Eric Lombard,                mengemukakan hal ini dalam sebuah artikel majalah Evolution: 
Semua ini menunjukkan bahwa semua makhluk hidup muncul                di bu-mi secara tiba-tiba dan dalam bentuk sempurna, tanpa melalui                proses evolusi. Ini merupakan bukti nyata bahwa mereka telah diciptakan.                Akan tetapi, evolusionis berupaya menafsirkan fakta bahwa makhluk                hidup muncul dalam suatu urutan sebagai indikasi adanya evolusi.                Padahal urutan kemunculan makhluk hidup adalah "urutan penciptaan",                karena mustahil membuktikan proses evolusi. Dengan penciptaan agung                dan tanpa cacat, lautan dan kemudian daratan dipenuhi makhluk hidup,                dan akhirnya manusia diciptakan.
Bertentangan dengan kisah "manusia kera" yang diindoktrinasikan                pada masyarakat luas dengan propaganda media yang gencar, manusia                juga muncul di bumi secara tiba-tiba dan dalam keadaan telah sempurna.
FOKUS: Mitos tentang Evolusi Kuda  Hingga baru-baru ini, urutan imajiner evolusi                          kuda telah dikemukakan sebagai bukti fosil terpenting                          teori evolusi. Akan tetapi, saat ini banyak pendukung                          evolusi berterus terang mengakui bahwa skenario evolusi                          kuda telah hancur. Dalam sebuah simposium empat hari mengenai                          masalah-masalah teori evolusi bertahap yang diselenggarakan                          pada tahun 1980 di Field Museum of Natural History, Chicago,                          dan dihadiri 150 evolusionis, Boyce Rensberger, seorang                          evolusionis yang memberikan sambutan, mengatakan bahwa                          skenario evolusi kuda tidak didukung oleh catatan fosil                          dan tidak ditemukan proses evolusi yang menjelaskan evolusi                          kuda secara bertahap:
 Seorang ahli paleontologi kenamaan,                        Colin Patterson, direktur Natural History Museum, Inggris,                        berkomentar tentang skema "evolusi kuda" yang dipamerkan                        untuk umum di lantai dasar museum tersebut: 
 Jadi, apa yang mendasari skenario                        "evolusi kuda"? Skenario ini dirumuskan dengan diagram-diagram                        tipuan yang disusun berurutan dari fosil spesies-spesies                        berbeda yang hidup pada periode sangat berlainan di India,                        Afrika Selatan, Amerika Utara dan Eropa, se-mata-mata mengikuti                        imajinasi evolusionis. Terdapat lebih dari 20 diagram evolusi                        kuda yang diajukan para peneliti. Semua diagram itu sangat                        berbeda satu sama lain. Evolusionis tidak mencapai kesepakatan                        tentang hal ini. Satu-satunya persamaan di antara mere-ka                        keyakinan bahwa nenek moyang kuda (Equus) adalah makhluk                        seukur-an anjing yang disebut "Eohippus", hidup dalam Periode                        Eosin 55 juta tahun lalu. Akan tetapi, jalur evolusi dari                        Eohippus ke Equus sama sekali tidak konsisten. Seorang evolusionis yang juga                        penulis ilmu alam, Gordon R. Taylor, menjelaskan kenyataan                        yang jarang diakui ini dalam bukunya, The Great Evolution                        Mystery: 
 Semua fakta ini adalah bukti                        kuat bahwa diagram-diagram evolusi kuda, yang dinyatakan                        sebagai satu bukti paling kokoh untuk Darwinisme, tidak                        lain hanyalah dongeng fantastis dan tidak masuk akal. 1 Boyce                        Rensberger, Houston Chronicle, 5. November 1980, S.15 2 Colin Patterson, Harper's, Februar 1984, S.60 3 Gordon Rattray Taylor, The Great Evolution Mystery, Abacus, Sphere Books, London, 1984, S. 230  |                  
Baca Artikel Sebelumnya :
Mempertanyakan Kebenaran Teori Evolusi - Bag. I
Mempertanyakan Kebenaran Teori Evolusi - Bag. II
Mempertanyakan Kebenaran Teori Evolusi - Bag. III
Mempertanyakan Kebenaran Teori Evolusi - Bag. IV
sumber



FOKUS : Bagaimana dengan Lalat?
Evolusionis                          menyatakan bahwa semua spesies mamalia berevolusi dari                          satu nenek moyang yang sama. Akan tetapi, terdapat perbedaan                          besar antara beragam spesies mamalia seperti beruang,                          paus, tikus dan kelelawar. Masing-masing makhluk hidup                          ini memiliki sistem yang didesain khusus. Misalnya, kelelawar                          diciptakan dengan sistem sonar yang sangat sensitif sebagai                          penuntun dalam kegelapan. Sistem kompleks ini, yang hanya                          bisa ditiru teknologi modern, tidak mungkin muncul sebagai                          hasil kebetulan. Catatan fosil juga menunjukkan, kelelawar                          muncul secara tiba-tiba dalam bentuk yang telah sempurna                          seperti sekarang ini dan mereka tidak mengalami "proses                          evolusi" apa pun.
Hingga baru-baru ini, urutan imajiner evolusi                          kuda telah dikemukakan sebagai bukti fosil terpenting                          teori evolusi. Akan tetapi, saat ini banyak pendukung                          evolusi berterus terang mengakui bahwa skenario evolusi                          kuda telah hancur. Dalam sebuah simposium empat hari mengenai                          masalah-masalah teori evolusi bertahap yang diselenggarakan                          pada tahun 1980 di Field Museum of Natural History, Chicago,                          dan dihadiri 150 evolusionis, Boyce Rensberger, seorang                          evolusionis yang memberikan sambutan, mengatakan bahwa                          skenario evolusi kuda tidak didukung oleh catatan fosil                          dan tidak ditemukan proses evolusi yang menjelaskan evolusi                          kuda secara bertahap:
No comments:
Post a Comment